Ngaji FIQH
Tuesday, January 19, 2021
SEPUTAR VAKSIN COVID-19
Friday, November 20, 2020
BEGINILAH GIGIHNYA PARA ULAMA DALAM BELAJAR
Oleh : Muhammad Rivaldy Abdullah
Pernah kah kita suatu saat malas untuk mendatangi majelis ilmu?
Entah alasannya sedang tidak mood, atau merasa ada hal lain yang lebih penting.
Kadangkala ada orang, hujan sedikit ia izin untuk tidak menghadiri pengajian kitab. Kadang juga alasannya adalah kesulitan kendaraan atau kecapekan. Padahal, itu adalah satu-satunya kesempatannya untuk belajar ilmu syari’at dimana waktu hidupnya ia banyak habiskan untuk hal-hal bersifat duniawi.
Jika dibandingkan dengan kerja keras para ulama, ternyata usaha kita untuk belajar tidak ada apa-apanya sama sekali. Kita hanya tahu para Ulama setelah nama mereka dikenang. Tak banyak yang tahu potret kehidupan ‘sengsara’ mereka dan bagaimana mereka berjuang untuk ilmu dan berkhidmat kepada ummat. Pengetahuan kita hanya terbatas pada karya-karya mereka yang luar biasa.
Simak bagaimana potret kehidupan para ulama salaf sesungguhnya dibawah ini, yang kami himpun dari kitab Shafahaat min Shabril ‘Ulama (Lembar-lembar Kesabaran Para ‘Ulama) karya Syaikh ‘Abdul Fattah Abu Ghuddah rahimahullah.
1. Abu Hurairah Menahan Lapar Demi Mendapatkan Hadits
Imam Al-Bukhari meriwayatkan dalam Shahihnya, Kitab Al-‘Ilm, Bab Hifdzul ‘Ilm Juz 1 Hal. 190, ia berkata : Abu Hurairah berkata,
“Sesungguhnya saudara-saudara kami dari kalangan Muhajirin sibuk dengan perdagangan mereka di pasar. Sedangkan, saudara-saudara kami dari Anshar sibuk bekerja dengan harta mereka.”
Sementara, Abu Hurairah sendiri selalu menyertai Rasulullah sebatas perutnya kenyang. Ia hadir di Majelis yang tidak mereka hadiri. Ia menghafal apa yang tidak mereka hafal. Syaikhul Islam Ibnu Hajar berkata, “Hadits ini membuktikan bahwa mengambil sedikit dari dunia itu lebih memungkinkan untuk menjaga ilmu.” (Fathul Baari, 1/192).
2. Jabir Ibn Abdillah Menempuh Perjalanan Satu Bulan Untuk Mendapatkan Satu Hadits
Imam Abu Abdillah Al-Bukhari berkata di dalam Shahihnya, kitab Al-Ilm, Juz 1 Hal. 158, Bab Al-Khuruj fi Thalabil ‘Ilm, “Jabir Ibn Abdillah melakukan perjalanan selama satu bulan untuk menemui Abdullah Ibn Unais, demi mendapatkan satu hadits.”
3. Ibnu Abbas Sering Tidur Di Depan Pintu Rumah Pemilik Hadits
Imam Ibn Katsir bercerita di dalam Al-Bidayah wan Nihayah Juz. 8, Hal. 298, tentang biografi Imam Ibn Abbas, bahwa Imam Al-Baihaqy berkata –dengan sanad sampai kepada Ikrimah- ia berkata, bahwa Ibnu Abbas menceritakan,
“Ketika Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam wafat, aku berkata kepada seorang laki-laki dari Anshar,’Marilah kita bertanya (suatu ilmu) kepada para sahabat Rasulullah, pada hari ini jumlah mereka banyak.’ Dia menjawab, ‘Kamu ini aneh, wahai Ibnu Abbas! Apakah engkau mengira orang-orang akan membutuhkan mu, sementara para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam berada di tengah-tengah mereka.’
Ibnu Abbas mengatakan, “Orang itu tidak berkenan, maka aku pun berjuang untuk mendapatkan hadits dari para sahabat senior. Jika terdapat hadits yang aku dengar ada pada seseorang, maka aku pun datang ke rumahnya, walaupun ia sedang istirahat di siang hari. Maka, aku menghamparkan kain ku di depan pintunya, melindungiku dari debu yang tertiup angin. Maka, ia pun keluar dan segera melihatku. Ia bertanya, “Wahai sepupu Rasulullah shallallaahu ‘alayhi wasallam, Apa yang membuatmu datang ke sini? Mengapa engkau tidak meminta ku untuk datang menemui mu?” Aku menjawab, “Tidak, aku lebih berhak untuk datang kepada mu”. Ibnu Abbas mengatakan, “Aku pun bertanya tentang suatu hadits kepadanya.”
Ibnu Abbas bercerita, “Orang Anshar tersebut berumur panjang, sehingga ia melihat diriku, sementara orang-orang berkumpul di sekelilingku bertanya kepada ku,” Orang itu berkata, “Anak muda ini lebih mengerti daripada aku.”
4. Imam Malik Mencongkel Atap Rumahnya
Qadhi ‘Iyadh menuturkan dalam kitab Tartibul Madaarik Juz 1, Hal. 130 bahwa Ibnul Qasim menuturkan :
“Menuntut Ilmu menjadikan Imam Malik harus mencongkel atap rumahnya dan menjual kayunya, sehingga setelah itu dunia mendatanginya.” Bahkan Imam Malik berkata, “Ilmu tak akan diraih, sebelum dirasakan pahitnya kemiskinan”.
5. Imam Syafi’I Menulis di Kertas Bekas
Al-Hafidz Ibn Abdil Barr meriwayatkan dalam kitab Al-Intiqa’ fi Fadha-il As-Tsalatsatil A’immatil Fuqaha’, hal. 70 : Imam Syafi’I berkata,
“Aku tidak mempunyai harta. Aku menuntut Ilmu dalam usia muda (usia 13 tahun). Aku pergi ke kantor dan meminta kertas bekas untuk menulis.”
6. Imam Ahmad Ibn Hanbal Menjual Pakaian Dalam Demi Buka Shaum
Disebutkan dalam kitab Al-Minhaj Al-Ahmad, Juz 1 Hal. 8, karya Abu Al-Yumni Al-Ulaimi Al-Hanbali tentang biografi Imam Ahmad, bahwa Imam Ahmad pernah pergi menemui Abdurrazzaq di Shan’a – Yaman, tahun 197 H. Yahya Ibn Ma’in menemani nya dalam perjalanan tersebut.
Yahya menuturkan, “Ketika kami ingin menemui Abdurrazzaq di Yaman, kami sempatkan menunaikan ibadah haji. Ketika aku thawaf, aku melihat Abdurrazzaq juga tengah thawaf. Maka, aku mengucapkan salam kepadanya, seraya mengatakan, ‘Ini adalah Ahmad Ibn Hanbal, saudaramu.’
Maka kami pun berencana pergi ke Shan’a. Ahmad Ibn Hanbal kehabisan bekal di perjalanan. Abdurrazzaq menawarkan uang dirham dalam jumah besar, tetapi Ahmad tidak menerimanya. Abdurrazzaq berkata, ‘Anggaplah ini seperti hutang’. Ahmad tetap menolak. Kami pun menawarkan bekal-bekal kami kepadanya, tetapi ia tetap menolak. Maka, sekali waktu kami mengintipnya. Ternyata ia membuat tali celana dalam dan menjualnya untuk ia gunakan berbuka shaum.”
7. Semua Warisan milik Yahya Ibn Ma’in Habis Digunakan untuk Ilmu, Sampai Ia Tak Mampu Beli Sendal
Al-Ulaimi menuturkan dalam kitab Al-Minhaj Al-Ahmad, Juz 1. Hal. 95 : “Imam Yahya Ibn Ma’in lahir pada masa Khalifah Abu Ja’far Al-Manshur tahun 158 H. Ayahnya, Ma’in, adalah sekretaris Abdullah Ibn Malik. Ia diberi kepercayaan untuk menangani pajak penduduk Ray. Saat wafat beliau meninggalkan warisan sebanyak satu juta lima puluh ribu dirham. Maka, Yahya menggunakan seluruhnya untuk kepentingan hadits, sehingga tidak tersisa sedikit pun dari uang itu, meski untuk membeli sandal yang akan ia pakai.”
8. Imam Abu Dawud Menulis Hadits dengan Modal Makan Kacang
Imam Abu Dawud As-Sijistani (seorang Imam Hadits terkemuka, penyusun Sunan Abi Dawud), berkata, “Aku memasuki kota Kuffah dan hanya mempunyai uang satu dirham. Dengannya, aku membeli 30 mud kacang-kacangan. Aku makan darinya dan menulis hadits dari Al-Asyaj (yakni Abdullah Ibn Sa’id Al Kindi, ahli hadits Kufah). Kacang-kacangan tersebut belum habis, hingga aku mampu menulis dengan modal tersebut 30.000 hadits, baik yang maqthu’ maupun mursal.” (Adz-Dzahabi, Tadzkiratul Huffadz, 2/768)
9. Imam Thabrani Tidur Beralaskan Tikar Selama 30 Tahun Hidupnya
Al-Hafidz Adz-Dzahabi berkata di dalam Tadzkiratul Huffadz Juz 3, Hal. 912 dan 915, tentang biografi Imam At-Thabrani,
“Dia adalah seorang hafidz (imam hadits), ulama, hujjah yang tersisa dari para hafidz, Abul Qasim Sulaiman Ibn Ahmad Al-Lakhami As-Syami At-Thabrani. Lahir tahun 260 H, dan wafat tahun 360 H, umurnya satu abad lebih sepuluh bulan. Haditsnya telah memenuhi dunia. Karya-karya nya melebihi 75 karya.
Imam At-Thabrani pernah ditanya, “Bagaimana ia mendapat hadits begitu banyak?”. Beliau menjawab, “Aku tidur di Tikar selama 30 tahun”(makna nya beliau meninggalkan leha-leha).
10. Ya’qub Ibn Sufyan Al-Farisi Menghabiskan Waktu 30 Tahun dalam Perjalanan Mencari Ilmu
Tercantum di dalam Tahdzibut Tahdzib Juz 11 Hal. 387, tentang biografi seorang hafidz pengembara, Ya’qub Ibn Sufyan Al-Farisi (w. 277 H), bahwa Abu Abdirrahman An-Nawahandi berkata, “Aku mendengar Ya’qub Ibn Sufyan berkata, ‘Aku telah menulis ilmu dari seribu syaikh lebih, yang semuanya tsiqat.” Ibnu Hamzah mengatakan, “Ya’qub Ibn Sufyan berkata kepada ku, ‘Aku menghabiskan 30 tahun dalam perjalanan mencari ilmu.”
11. Imam Al-Bukhari Senantiasa Terjaga di Malam Hari Demi Menulis Hadits
Tercantum di dalam Thabaqat As-Syafi’iyyah, Juz 2, Hal. 220 dan 226, tentang biografi Imam Bukhari bahwa Muhammad Ibn Abi Hatim berkata, “Jika aku bersama Abu Abdillah (Imam Bukhari) dalam suatu perjalanan, maka dia mengumpulkan kami dalam satu rumah, kecuali terkadang di musim panas. Aku melihatnya bangun dalam satu malam sebanyak lima belas sampai dua puluh kali. Pada saat seperti itu, ia mengambil pemantik api, lalu ia menyalakan api dan lampu. Kemudian ia mengeluarkan hadits-hadits, dan menandainya. Lalu, ia merebahkan diri, dan shalat di waktu sahur sebanyak tiga belas rakaat.” (bersambung)
Thursday, August 20, 2020
SEJARAH PENANGGALAN HIJRIYYAH & BAGAIMANA KITA BERAMAL DI BULAN MUHARRAM
Saturday, August 15, 2020
DIRUNDUNG MASALAH SEBAB DOSA
🍁🌻🌸🌿🌲🍃☘️
كان الإمام أبو حنيفة -رحمه الله تعالى ورضي عنه- إذا أشكلَتْ عليهِ مسألةٌ قال لأصحابه: ما هذا إلَّا لذنب أحدثتُهُ!
وكان يستغفِرُ، ورُبَّما قَامَ وصلَّى، فتنكشف له المسألة ويقول: رجوتُ إنِّي تيبَ عليَّ، فبلغَ ذلك الفضيل بن عياض فبكى بكاءً شديدًا ثمَّ قال: ذلك لقلَّة ذنبه، فأما غيره فلا ينتبه لهذا.
"طبقات الحنفية" لعلي القاري 2: 487
Dahulu Al-Imam Abu Hanifah rahimahullah ta’ala wa radhiya ‘anhu, jika merasa berat dalam menghadapi suatu masalah ia senantiasa berucap pada murid-muridnya, “Tidaklah masalah ini muncul melainkan sebabnya adalah perbuatan dosa yang aku perbuat!”
Kemudian sang Imam terus beristighfar, dan berdiri menunaikan shalat. Setelah itu barulah masalah terselesaikan. Lantas sang Imam berucap, “Aku berharap ini pertanda taubatku diterima”
Kisah ini sampai kepada Imam Al-Fudhayl Ibn ‘Iyadh. Mendengar kisah tersebut Imam Al-Fudhayl menangis sejadi-jadinya. Kemudian Imam Al-Fudhayl berucap, “Itu semuanya terjadi karena sedikitnya dosa Imam Abu Hanifah. Adapun selain beliau, boleh jadi tidak menaruh perhatian akan hal itu [sebagaimana hal nya Imam Abu Hanifah].”
Thabaqat Al-Hanafiyyah, 2/487
🌻🌿🍃💐🍃🌴
Friday, August 14, 2020
:: Pesantren Online Nashirus Sunnah Tahun Ajaran 1442 H ::
Dari dulu pengen nyantri tapi belum kesampaian juga???
Dari dulu pengen bisa bahasa Arab tapi belum bisa-bisa juga karena susah cari tempat belajar??
Dari dulu pengen bisa baca kitab sama ngaji ilmu fikih, tafsir, hadits secara tuntas??
Tenaaang...
Sekarang telah dibuka pendaftaran PESANTREN ONLINE NASHIRUS SUNNAH - MESIR TAHUN AJARAN 1442 H.
Dengan sistem belajar ala Pesantren, Pesantren Online Nashirus Sunnah membuka kesempatan bagi Anda untuk belajar ilmu-ilmu Bahasa Arab dan ilmu keislaman lainnya [Aqidah-Akhlaq, Tajwid, Fikih, Tafsir, Hadits, dll] secara tuntas dari Dasar hingga Pemantapan.
Santri dan santriwati akan di ajari/dilatih percakapan dan baca kitab berbahasa Arab dari NOL, hingga nanti mampu mengikuti pelajaran dari Syaikh-Syaikh Pengajar dengan bahasa pengantar Bahasa Arab.
Materi Pelajaran Tahun 1 :
- Tuhfatul Athfal [Tajwid]
- Al Arabiyyah Bayna Yadayk jilid 1-3 [Percakapan Bahasa Arab dari Dasar hingga Pemantapan]
- Matn Ajurrumiyyah [Nahwu]
- Al-Arba’in An-Nawawiyyah [Hadits]
- Matn Abi Syuja’ - 1 [Fikih]
Materi Pelajaran Tahun 2 :
- Al Hikam [Tasawwuf]
- Muthammimah Ajurrumiyyah [Nahwu]
- Tashrif Al Izzi [Shorf]
- Syarh Kharidah Bahiyyah [Aqidah]
- Manzhumah Baiquniyyah [Ilmu Hadits]
- Matn Abi Syuja’ - 2 [Fikih]
Materi Pelajaran Tahun 3 :
- Bulughul Marom [Fikih Hadits]
- Qathrun Nada [Nahwu]
- Nuzhatun Nadzor [Ilmu Hadits]
- Tafsir Jalalayn [Tafsir]
- Syadzal ‘Arf fi Fan As Shorf - 1 [Shorf]
- Al Madkhal ila Manahij Al Muhadditsin [Manhaj Hadits]
Materi Pelajaran Tahun 4 :
- Syarh Al Waraqat [Ushul Fikih]
- Alfiyyah Ibn Malik [Nahwu]
- Husnus Shiyaghoh Syarh Durus Al Balaghoh [Balaghoh]
- Riyadhus Sholihin [Hadits]
- Syadzal ‘Arf fi Fan As Shorf- 2 [Shorf]
Tahun-tahun berikutnya bisa diadakan kajian kitab dengan sanad dari pelajaran fikih, ushul fikih, qawaid fiqhiyyah, ilmu hadits, arudh, mantiq, pembacaan kutubussittah (shahih bukhari, shahih muslim, sunan abu dawud, sunan at-tirmidzi, sunan ibn majah, sunan an-nasa’i, al-muwaththa, dsb), tarikh/sejarah, ulumul qur’an, ilmu falak, dan lain-lain.
Jadwal Belajar :
• Untuk Santriwati : Setiap Hari Senin s.d Rabu, pukul 18.00 WIB.
• Untuk Santri : Setiap Hari Kamis s.d Sabtu, pukul 18.00 WIB.
Pelajaran Tambahan [Tidak Wajib] :
• Kitab Ma’alim As-Sunnah An-Nabawiyyah, bersama Syaikh Ahmad Al-Jauhari (bahasa pengantar : Bahasa Arab)
Setiap Hari, Pukul 09.30 WIB
• Kitab ‘Umdatus Salik (Fikih Syafi’I), bersama Syaikh Hilal Mahrus (bahasa pengantar : Bahasa Arab)
Setiap Hari, Pukul 21.00 WIB
Durasi Belajar :
1 jam / pertemuan
Masa Belajar :
4 tahun (tiap akhir semester ada ujian), dan akan dimulai -in sya Allah- awal pembelajaran pada bulan Muharram 1442 Hijriah
Infak Pesantren :
Rp 30.000/bulan*
*infak akan dipergunakan untuk penyelenggaraan kegiatan santri/santriwati Pesantren Nashirus Sunnah di Mesir
Syarat :
- Ikhlas belajar karena Allah Ta’ala
- Memiliki aplikasi WhatsApp dan ZOOM
- Usia minimal 15 tahun
Fasilitas :
- Ilmu yang bermanfaat (ditambah pembiasaan membaca kitab dan percakapan bahasa Arab)
- Sanad Ijazah dari beberapa kitab yang dipelajari
- Sertifikat bagi santri/santriwati yang telah menyelesaikan masa belajar 4 tahun
Para Pengajar :
• Syaikh Dr. Ahmad Al-Jauhari Al-Azhari
• Syaikh Hilal Mahrus [spesialisasi Qiroah Asyrah]. Bagi santri/santriwati yang ingin mendapat sanad Al-Qur’an, disyaratkan harus telah selesai hafalan 30 juz
• Ustadz Abu Abdillah As-Siyanjuri [Muhammad Rivaldy Abdullah]
Info & Pendaftaran :
Peserta Laki-Laki : Dudum Abdurrahman SE. (+62 857-9385-1970)
Peserta Perempuan : Nurlaela (+62 857-9366-5457)
Thursday, August 13, 2020
USTADZ LC DAN SANAD ILMU
Ustd Lulusan Al Azhar ya??? Sya prrnah dengar kalo belajar harus ke ustd ustd lulusan timur tengah(yg gelarnya lc), soalnya ilmunya bagus,, bersanad,, benarkah begitu?maksud bersanad itu apa?haramkah belajar pada ustd yg tidak bersanad?
Jawaban :
Sanad ilmu adalah sistem transmisi keilmuan, dari hulu -para sahabat yang belajar kepada Rasulullaah shallallahu ‘alayhi wasallam- , hingga ke hilir -kepada ulama-ulama mu'tabar masa kini-.
Sanad ilmu semacam sandaran serta mata rantai ilmu, menunjukkan bahwa yang bersangkutan memiliki ketersambungan ilmu dari guru dan syaikh. Dapat kita katakan, keilmuan yang dia miliki terjamin dan jelas sumbernya. Bukan sekedar mencomot dari google, buku atau sejenisnya.
Sanad ilmu itu penting. Guru kami, As-Syaikh Muhanna Al Azhary [salah seorang Ulama Azhar-Mesir] pernah menyampaikan pesan, di salah satu kuliah umum beliau,
“Dahulu kami [para thullab azhar masa beliau], diperintahkan untuk tidak belajar AlQur'an dari Mushafi [Orang yang tidak memiliki sanad Qiro'ah dan hanya mengandalkan mushaf], serta tidak belajar ilmu agama dari Shohafi [orang yang hanya bisa baca kitab dan terjemahan, tanpa belajar pada guru].”
Ini menunjukkan betapa pentingnya sanad ilmu, dan tidak boleh diremehkan.
Karena itulah para ulama memberikan nasihat, di antaranya Imam Ibnul Mubarak rahimahullaah :
الإسناد من الدين ولولا الإسناد لقال من شاء ما شاء
“Isnad [sandaran] itu bagian dari agama, seandainya bukan karena isnad niscaya manusia akan sembarangan dan seenaknya berbicara.” (Syarh Shahih Muslim, 1/77)
Imam Sufyan Ats-Tsauri rahimahullaah juga berkata,
الإسناد سلاح المؤمن، فإذا لم يكن معه سلاح فبأي شيء يقاتل
“Isnad itu senjata bagi seorang mukmin; jika dia tidak memiliki senjata, maka dengan apa dia berperang?” (Imam Ibnu Hibban, Al Majruhin, 1/27)
Karena nya, belajar memang harus pada guru yang memiliki sanad kepada para Ulama Salaf, dan bukan orang-orang didikan Orientalis Kafir.
Namun, memiliki sanad ilmu bukan berarti harus Lc [lulusan timur tengah,-pen], akan tetapi siapa saja yang pernah mengenyam pendidikan pesantren, ma'had, sekolah islam dan mengambil ilmu dari para guru yang kredibel. Ia juga telah diberikan semacam ijazah [keabsahan] akan keilmuannya dari gurunya, sehingga ia berhak menyampaikan dan mewariskan keilmuannya kembali pada generasi setelahnya.
Terkait hukum belajar dengan mereka yang tidak jelas sanadnya, tentu saja tidak haram. Mengingat, bahwa sumber rujukan mereka -meski mereka belum pernah belajar kepada guru- tetap kitab para 'ulama.
Jadi, ustadz yang tidak pernah belajar di pesantren, ma'had, atau universitas islam tapi sumber rujukannya kitab-kitab 'ulama mu'tabar maka boleh belajar padanya, meski ini tidak direkomendasikan. Imam 'Izzuddin Ibn Abdissalam rahimahullaah berkata :
أما الاعتماد على كتب الفقه الصحيحة الموثوق بها فقد اتفق العلماء في هذا العصر على جواز الاعتماد عليها والاستناد إليها لأن الثقة قد حصلت بها كما تحصل بالرواية ولذلك اعتمد الناس على الكتب المشهورة في النحو واللغة والطب وسائر العلوم لحصول الثقة بها وبعد التدليس
“Ada pun berpegang kepada buku-buku fiqih yang shahih dan terpercaya, maka para ulama zaman ini sepakat atas kebolehan bersandar kepadanya. Sebab, seorang yang bisa dipercaya sudah cukup mencapai tujuan sebagaimana tujuan pada periwayatan. Oleh karena itu, manusia yang bersandar pada buku-buku terkenal baik nahwu, bahasa, kedokteran, atau disiplin ilmu lainnya, sudah cukup untuk mendapatkan posisi "tsiqah/bisa dipercaya" dan jauh dari kesamaran.”
(Imam As-Suyuthi, Al-Asybah wan-Nazhair, Hal. 310)
Kirim anak anak kita ke Pesantren, Ma'had, atau bahkan ke Mesir agar jelas sanad ilmunya. Hidupkan kembali keilmuan Islam sebagaimana tradisi 'ulama salaf yang mu'tabar, yang menjaga sanad keilmuan hingga turun temurun.
Wallaahu a'lam.
💐 Sebar Ilmu, Raup Pahala Besar...
Grup WA Ngaji FIQH (ikhwan) :
https://chat.whatsapp.com/5SsivFXiBGVDVXUcy2fo7w
Grup WA Ngaji FIQH (akhwat) :
https://chat.whatsapp.com/9cZ6s0MI8FOKr0QrQcvjX9