Friday, June 12, 2020

FAIDAH TALAQQI BERSAMA SYAIKH JAMAL FARUQ : PERCAYA ADANYA SANG PENCIPTA




Oleh : Muhammad Rivaldy Abdullah

Saat mengkaji kitab Al-Iqtishad fil I'tiqad karya Imam Al-Ghazali, kami mendapat cerita inspiratif dari Syaikhina Jamal Faruq seputar dialog Imam Abu Hanifah dengan seorang atheis (orang yang meragukan adanya Tuhan).

Suatu ketika, seorang atheis bertanya pada Imam Abu Hanifah : “Apa bukti adanya Tuhan (Sang Pencipta)?”

Imam Abu Hanifah menjawab dengan meyakinkan, “Buktinya, adalah adanya MAKHARIJUL HURUF (Tempat keluarnya bunyi huruf).”

Orang Atheis itu bertanya dengan keheranan, "Bagaimana bisa itu menjadi bukti adanya Tuhan?"

Imam Abu Hanifah : “Coba kau lafalkan huruf BA (ب) dan huruf KHO (خ). Dari mana kah makhraj huruf / tempat keluar bunyi nya?”

Orang Atheis, sembari mencoba melafalkan kedua huruf itu menjawab, “Huruf BA (ب) dari Syafatain (dua bibir). Dan huruf KHO (خ) dari adnal halq (ujung tenggorokan).”

Imam Abu Hanifah, dengan kecerdasan beliau dan kesungguhan tauhid beliau, memberi jawaban yang memukau :

“Coba kau lafalkan huruf BA dengan makhraj huruf KHO, dan sebaliknya huruf KHO dengan makhraj huruf BA. Apakah kau bisa?

Seandainya Tuhan tidak ada, lantas siapa yang menciptakan aturan serta membuat manusia tidak bisa mengucap huruf BA kecuali dengan menutup bibirnya, dan tidak bisa mengucap huruf KHO kecuali tidak dengan menutup bibirnya [langsung dari tenggorokan]. Seandainya manusia bisa menciptakan dan membuat aturan sendiri, niscaya mereka bisa melakukan PERKARA SEDERHANA itu.”

Kami -hingga hari ini- sangat excited dengan cerita Syaikh Jamal Faruq di atas.

Sayang, seorang Stephen Hawking -fisikawan atheis yang wafat bulan maret beberapa tahun lalu- pernah berujar dengan ujaran yang kontroversial (dikutip oleh time.com) :

“Before we understand science, it is natural to believe that God created the universe. But now science offers a more convincing explanation”

“Sebelum kita memahami sains, adalah wajar untuk percaya bahwa Tuhan menciptakan alam semesta. Tetapi sekarang sains menawarkan penjelasan yang lebih meyakinkan.”

Kemudian ia juga berujar : “What I meant by ‘we would know the mind of God’ is, we would know everything that God would know, if there were a God, which there isn’t. I’m an atheist.”

“Yang saya maksud dengan 'kita akan tahu pikiran Tuhan' adalah, kita akan tahu semua yang Tuhan tahu, jika memang ada Tuhan. Dan sebenarnya tidak ada. Saya seorang ateis.”

Andai dia memahami dialog sederhana di atas, tentang bagaimana sebetulnya seorang manusia lemah dan tidak mampu menciptakan. Andai dia mengerti bahwa kumpulan dari komponen-komponen lemah [alam semesta] adalah sama-sama lemah juga, tidak mampu menciptakan. Bagaimana ia bisa mengatakan "Saya Atheis" dengan percaya diri?

Kami meyakini bahwa ia tidak yakin dengan ucapannya sendiri tentang itu.

أَأَنْتُمْ أَشَدُّ خَلْقًا أَمِ السَّمَاءُ بَنَاهَا رَفَعَ سَمْكَهَا فَسَوَّاهَا وَأَغْطَشَ لَيْلَهَا وَأَخْرَجَ ضُحَاهَا وَالأرْضَ بَعْدَ ذَلِكَ دَحَاهَا أَخْرَجَ مِنْهَا مَاءَهَا وَمَرْعَاهَا وَالْجِبَالَ أَرْسَاهَا مَتَاعًا لَكُمْ وَلأنْعَامِكُمْ

“Apakah kamu lebih sulit penciptaannya ataukah langit? Allah telah membinanya, Dia meninggikan bangunannya lalu menyempurnakannya, dan Dia menjadikan malamnya gelap gulita, dan menjadikan siangnya terang benderang. Dan bumi sesudah itu dihamparkan-Nya. Dia memancarkan dari bumi mata airnya, dan [menumbuhkan] tumbuh-tumbuhannya. Dan gunung-gunung dipancangkan-Nya dengan teguh, [semua itu] untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu.” (QS. An-Nazi’at [79] : 27-33)

Monday, June 8, 2020

RIBUT KHILAFAH, BUAT APA?




Oleh : Muhammad Rivaldy Abdullah

Isu Khilafah ini memang ramai “digoreng” oleh media sejak munculnya kelompok bersenjata ISIS di negeri Syam. Sejak saat itu masyarakat kita ramai membicarakan tentang khilafah. Saat itu, media menggambarkan bahwa khilafah sama dengan ISIS. Padahal, sekali pun ISIS mengusung khilafah bukan berarti khilafah identik dengan ISIS. Atau dengan HTI dan lain-lain.

Keributan soal khilafah muncul lagi dalam panasnya perpolitikan nasional jelang pemilihan presiden periode 2019-2024. Kabarnya, dalam tim Prabowo terdapat para pendukung dengan ideologi khilafah. Tentu kabar ini langsung dibantah oleh tim Prabowo.

Hanya demi mendulang suara, tak ada angin tak ada hujan tiba-tiba melempar isu khilafah ke tengah permukaan. Dan bisa kita prediksi, lambat-laun pasti isu ini akan meredup, di ganti dengan isu lain. Begitu seterusnya. Inilah Indonesia.

Sebetulnya, apa itu Khilafah?

Istilah khilafah bukan istilah yang baru di gaungkan oleh beberapa kelompok atau firqah. Istilah ini telah di gaungkan oleh beberapa kelompok sejak lama, seperti Hizbut Tahrir, Ahmadiyah, Syi’ah (namun mereka lebih mempopulerkan istilah Imamah), Khalifatul Muslimin, dan lain-lain. Yang paling menarik perhatian tentu saja ISIS (Da’isy, dalam bahasa Arab). Mungkin akan bermunculan lagi khilafah-khilafah versi kelompok lain.

Karena itu pertanyaan nya : Mengapa hari ini istilah tersebut diributkan? Toh konsep khilafah berbagai kelompok itu sejak lama sudah digaungkan. Dan mayoritas ummat Islam tidak terpengaruh oleh mereka.

Perlu diketahui, bahwa istilah khilafah itu merujuk kepada kepemimpinan bersifat politis dalam konteks bernegara. Bukan nama sebuah negara dan bukan nama sebuah sistem. Itu lah yang dipahami oleh para ulama.

Karena itu, tepat jika negara Indonesia ini disebut Al-Khilafah Al-Indunisiyyah. Jika Presiden yang di angkat di Indonesia menerapkan aturan Islam secara kaffah (menyeluruh), maka itulah hakikat khilafah. Dan nama negara nya tetap NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA.

Jika Prabowo atau Jokowi yang memimpin kelak, menerapkan syari’ah Islam misalnya, maka itulah khilafah. Dan ini seharusnya yang kita perjuangkan. Tidak harus mengubah nama negara Indonesia menjadi NEGARA KHILAFAH.

Jangan berpikir bahwa khilafah adalah sebuah negara baru, yang merongrong negara Indonesia. Itu konsep-nya ISIS.

Lihat saja, para ulama kadang menyebut istilah KHILAFAH ini dengan istilah yang lain, seperti misalnya : IMAMAH KUBRA, IMARAH ‘AMMAH, atau KESULTANAN. Jadi, istilah KHILAFAH itu bukan istilah baku dan bukan nama negara atau sistem tertentu.

Al-Imam Al-Mawardi termasuk ulama yang membicarakan masalah kepemimpinan ini. Judul bukunya : Al-Ahkam As-Sulthaniyyah (Hukum-Hukum berkenaan dengan Kesultanan). Tidak harus sama persis dengan konsep Imam Al-Mawardi, tapi yang jelas intinya : kepemimpinan negara ini menerapkan hukum/syari’at Islam.

Ingat, kita tidak boleh menolak istilah khilafah hanya gegara diusung oleh ISIS, Hizbut Tahrir, Ahmadiyah, Syi’ah atau yang lainnya. Kita menerima istilah khilafah, imamah, imarah, kesultanan tentu dalam konteks apa yang dipahami oleh para ulama.

Kegaduhan yang terjadi saat ini tentu saja sangat di sayangkan. Mereka mengatakan, “Jangan SURIAH-kan Indonesia”. Tapi nyata nya mereka sendiri yang berusaha membuat kegaduhan dan menciptakan konflik. Sesama muslim di adu domba. Buat apa masalah beda memahami istilah ini diributkan?
Semoga Allah Ta’ala menjaga negeri ini tetap aman, tentram dan damai jauh dari konflik bersaudara...

MENCUKUR BULU KAKI BAGI PEREMPUAN



Assalamualaikum, ustadz saya mau tanya. Bagaimana hukumnya bila perempuan mencukur bulu betisnya yg lebat menyerupai laki2? Mohon dijawab🙏🏻

✏️ Jawaban :

Waalaykumussalaam warahmatullah wabarakaatuh...

Tidak ada nash/dalil yang memerintahkan kita untuk mencukur bulu-bulu kaki, juga tidak ada nash/dalil yang melarang. Itu dikembalikan kepada kebutuhan tiap-tiap individu.

Perbuatan ini masuk ke dalam kategori maskut ‘anhu [yang tidak disinggung di dalam nash/dalil]. Artinya, selama tidak ada dalil yang melarang perbuatan tersebut, maka perbuatan mencukur bulu kaki dan tangan tersebut terkategori mubah [boleh dikerjakan].

Dalam hadits disebutkan :

الْحَلاَلُ مَا أَحَلَّ اللَّهُ فِي كِتَابِهِ وَالْحَرَامُ مَا حَرَّمَ اللَّهُ فِي كِتَابِهِ وَمَا سَكَتَ عَنْهُ فَهُوَ مِمَّا عَفَا عَنْهُ

“Perkara halal adalah apa yang dihalalkan oleh Allah di dalam kitab-Nya, dan haram adalah apa yang diharamkan oleh Allah di dalam kitab-Nya, dan apa yang Allah diamkan itu termasuk ke dalam perkara yang dimaafkan.” (HR. Ibn Majah No. 3367)

Lafadz : “perkara yang dimaafkan” menunjukkan akan kebolehan mengambil perkara yang di diamkan oleh syari’at tersebut dengan tidak melampaui batas dan menimbulkan dhoror [bahaya].

Al-Imam As-Sindi tatkala menafsirkan hadits ini beliau berkata,

فالحديث موافق لحديث إن الله أمركم بأشياء فامتثلوها ونهاكم عن أشياء فاجتنبوها وسكت لكم عن أشياء رحمة منه فلا تسألوا عنها ، وبالجملة فالحديث يقتضي أن الأصل في الأشياء الحل

“Hadits tersebut sejalan dengan hadits lain:

إِنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَشْيَاء فَامْتَثِلُوهَا وَنَهَاكُمْ عَنْ أَشْيَاء فَاجْتَنِبُوهَا وَسَكَتَ لَكُمْ عَنْ أَشْيَاء رَحْمَةً مِنْهُ فَلَا تَسْأَلُوا عَنْهَا

‘Sesungguhnya Allah memerintahkan kepada kamu semua beberapa perkara, maka lakukanlah ia. Dan Dia melarang kamu semua beberapa perkara, maka jauhilah ia. Dan Dia mendiamkan [tentang hukum] beberapa perkara disebabkan sifat rahmat dari-Nya, maka janganlah kamu mempertanyakan berkenaannya.’

Secara keseluruhannya, hadis tersebut memberi kesimpulan : Sesungguhnya asal [hukum] pada setiap perkara itu adalah halal.” (Hasyiah As-Sindi ‘Ala Sunan Ibn Majah [2/325])

Sebagaimana berjalan, berdiam diri, berbaring, dan perbuatan-perbuatan lain yang tidak disinggung akan keharamannya, maka hukum asalnya perbuatan tersebut boleh dan tidak dicela pelakunya [bara’ah ashliyyah].

Malah bisa jadi hukumnya berubah menjadi mustahab/dianjurkan, atau bahkan wajib, bagi seorang perempuan untuk mencukur bulu kaki dan tangannya semata-mata demi menjaga penampilannya di depan suaminya.

Di dalam Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah [18/100] disebutkan,

وأمّا حلق شعر سائر الجسد كشعر اليدين والرّجلين فقد صرّح المالكيّة بوجوبه في حقّ النّساء وقالوا‏:‏ يجب عليها إزالة ما في إزالته جمال لها ولو شعر اللّحية إن نبتت لها لحية، ويجب عليهنّ إبقاء ما في إبقائه جمال لها فيحرم عليها حلق شعرها‏.‏

وأمّا حلق شعر الجسد في حقّ الرّجال فمباح عند المالكيّة، وقيل‏:‏ سنّة، والمراد بالجسد ما عدا الرّأس‏.‏

وذهب الحنفيّة إلى أنّه لا يحلق الرّجل شعر حلقه، وعن أبي يوسف لا بأس بذلك‏.‏ وفي حلق شعر الصّدر والظّهر ترك الأدب‏.‏

ولم يستدلّ على نصّ للشّافعيّة والحنابلة في المسألة‏.

“Dan adapun mencukur rambut/bulu yang ada di jasad seperti bulu kedua tangan dan kedua kaki; maka madzhab Maliki menegaskan akan kewajiban hal tersebut bagi perempuan. Mereka berkata : Wajib bagi perempuan untuk menghilangkan bulu-bulu yang mana jika dihilangkan bulu-bulu tersebut akan menambah paras cantik mereka, termasuk rambut janggut jika tumbuh padanya janggut.

Dan wajib juga bagi mereka untuk menjaga/tidak mencukur rambut-rambut yang mana dengan dijaganya rambut tersebut menambah paras cantik mereka; maka mencukurnya menjadi haram [seperti mencukur habis rambut kepala bagi perempuan].

Adapun bagi laki-laki, maka menurut madzhab Maliki mubah/boleh hukumnya mereka mencukur bulu-bulu yang ada di jasad tersebut, dan dikatakan : sunnah, dan maksud di jasad adalah selain kepala [karena janggut dan alis tidak boleh dicukur].

Madzhab Hanafi memiliki pendapat bahwa seorang laki-laki tidak boleh mencukur bulu lehernya. Dan menurut Abu Yusuf tidak mengapa. Adapun mencukur bulu dada dan bulu punggung termasuk kurang adab.

Madzhab Syafi’i dan madzhab hanbali tidak nampak dalam masalah ini.”

Demikian secara ringkas jawaban kami. Wallahu a’lam.

💎💐 Yuk Share...

📱Instagram :
http://www.instagram.com/ngaji_fiqh

💻 Blog :
http://ngaji-fiqh.blogspot.com

🖥 Telegram :
https://t.me/ngajifiqh