Sunday, July 19, 2020

HUKUM MEMAKAN DAN MENJUAL HASIL QURBAN




Bagaimana kah ketentuan bagi pemilik qurban dalam memakan dan menjual hasil qurban?

Jawaban :

Menurut Syaikh Ali Jum'ah, jika qurban tersebut adalah qurban nadzar, seperti seseorang mengatakan :

"Tahun ini aku berniat berqurban dengan nadzar"

Maka, daging qurban wajib dibagikan seluruhnya. Tidak boleh ia ataupun keluarganya memakan bagian dari qurban tersebut sedikit pun. (Nadzar adalah semacam sumpah dan janji kepada Allaah; jika ia mendapat sesuatu, ia akan melakukan ini dan itu,-pen).

Akan tetapi jika qurban tersebut bukanlah qurban hasil nadzar, misalkan ia memang biasa memotong hewan qurban tiap tahunnya, maka tidak mengapa membaginya menjadi tiga. Sepertiga untuk fakir miskin, sepertiga untuk rekan-rekan, dan sepertiga untuk keluarganya. Seandainya seluruhnya untuk fakir miskin, maka hal itu lebih utama. (Fatawa 'Ashriyyah, hal. 386)

Dalam kitab Al-Mu'tamad fi Al-Fiqh As-Syafi'I, disebutkan bahwa daging qurban tersebut [dari nadzar qurban] beralih kepemilikannya kepada fakir miskin, dan ia terlarang untuk memakan hasil qurbannya tersebut. (Al-Mu'tamad, 2/479)

Kemudian, tidak boleh menjual bagian dari daging qurban maupun kulitnya; baik bertujuan untuk dibagikan kembali maupun tidak.

Ibarot kitabnya :

(ولا يبيع) أي يحرم على المضحي بيع شيء (من الأضحية) أي لحمها أو شعرها أو جلدها

“Dan tidak boleh menjual, maksudnya haram bagi orang yang berqurban, menjual sedikit pun dari hasil qurban, baik dagingnya, bulunya, maupun kulitnya.” (Al-Allamah Ibn Qasim, Fathul Qarib Al-Mujib, 1/314)

Dalilnya adalah, hadits riwayat Abu Hurairah radhiyallaahu 'anhu, bahwa Rasulullaah shallallaahu 'alayhi wasallam bersabda :

مَنْ بَاعَ جِلْدَ أُضْحِيَّتِهِ فَلَا أُضْحِيَّةَ لَهُ

“Barangsiapa menjual kulit hasil qurbannya, maka tidak ada qurban baginya”. (Al-Mustadrak 'Ala As-Shahihayn, 2/422)

Begitu pula tidak boleh menjadikan bagian dari qurban sebagai upah bagi si penjagal/tukang sembelih. Sebab, menjadikan nya upah semakna dengan menjual belikannya. Dan menjualbelikan kulitnya [bagian dari qurban] jelas tidak boleh menurut nash. Adapun menjadikannya sebagai sedekah bagi si tukang sembelih, maka tidak mengapa. (lihat, Hasiyah Al-Baijuri, Juz 2/hal. 566-567)

Terdapat riwayat dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu :

أَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَقُومَ عَلَى بُدْنِهِ وَأَنْ أَتَصَدَّقَ بِلَحْمِهَا وَجُلُودِهَا وَأَجِلَّتِهَا وَأَنْ لَا أُعْطِيَ الْجَزَّارَ مِنْهَا قَالَ نَحْنُ نُعْطِيهِ مِنْ عِنْدِنَا

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkanku untuk mengurusi penyembelihan unta-untanya dan mensedekahkan daging, kulit, dan bagian punuknya, dan aku diamanahkan untuk tidak memberikan si tukang potong dari hasil potongan itu [sebagai upah].” Ali berkata: “Kami memberikannya dari kantong kami sendiri.” (HR. Muslim No. 1317)

Imam Al-‘Aini mengatakan:

وفيه من استدل به على منع بيع الجلد قال القرطبي وفيه دليل على أن جلود الهدي وجلالها لا تباع لعطفها على اللحم وإعطائها حكمه وقد اتفقوا على أن لحمها لا يباع فكذلك الجلود والجلال

Dalam hadits ini terdapat dalil bagi pihak yang mengatakan terlarangnya menjual kulit. Berkata Al Qurthubi: “Pada hadits ini terdapat dalil  bahwa kulit hewan qurban dan jilal (daging punuk Unta) tidaklah dijual belikan, karena hukum menyedekahkannya itu satu kesatuan dengan daging. Mereka [para ulama] sepakat bahwa daging qurban tidak boleh dijual, begitu juga kulitnya.” (Al-'Aini, 'Umdatul Qari, 15/254)

Pendapat ulama madzhab Maliki :

“Maka tidak diperbolehkan jual beli kulit hasil qurban akan tetapi boleh bersedekah dengannya atas kaum fakir atau yayasan-yayasan sosial, termasuk mesjid-mesjid dimana mereka lah yang nanti  mengurus jual beli kulit atau dagingnya untuk keperluan fakir miskin [dan bukan oleh si pengurban].” (Syaikh Sufyan Ibn Uwaidah, Ahkam Al-Udhhiyah 'inda Al-Malikiyyah). Wallaahu a'lam.

🍃 Share...
https://chat.whatsapp.com/KBtI3k9HUWCATgtm5hj2DM

No comments:

Post a Comment