Sunday, April 12, 2020
FAIDAH TALAQQI BERSAMA SYAIKH AHMAD HAJIN
Oleh : Muhammad Rivaldy Abdullah
Banyak orang bingung membedakan antara angan-angan (al-hamm), dengan tekad ('azam). Apakah jika seseorang berangan-angan untuk berbuat dosa, terjatuh ke dalam perbuatan dosa? Dan bagaimana jika ia juga bertekad untuk melakukan dosa?
Dalam hadits disebutkan :
إنّ الهم بالحسنة، يكتب حسنة، والهم بالسّيّئة لا يكتب سيئة، وينتظر فإن تركها لله كتبت حسنة، وإن فعلها كتبت سيئة واحدة
“Sesungguhnya angan-angan untuk berbuat baik, akan dicatat sebagai pahala. Dan angan-angan untuk berbuat maksiat, tidak akan dicatat sebagai dosa. Dan ia akan diberi tangguh, jika ia tidak sampai berbuat maksiat, maka ia akan diberi pahala. Dan jika ia sampai berbuat maksiat, akan dicatat sebagai satu dosa baginya.”
Dalam kitab Al-Asybah wan Nadzo'ir karangan Imam As-Suyuthi disebutkan bahwa keinginan bermaksiat (qashdu al-ma'shiah) terbagi ke dalam lima tingkatan :
1. Al-Hajis, yaitu muncul secara sekilas dalam pikiran perbuatan maksiat
2. Al-Khotir, yakni terbersitnya pikiran untuk berbuat maksiat (lebih lama dari al-hajis)
3. Hadits An-Nafs, yakni muncul kegamangan antara ia ingin berbuat maksiat atau tidak
4. Al-Hamm, yakni angan-angan ia dalam keinginan berbuat dosa
5. Al-'Azm, yakni yakinnya ia untuk berbuat maksiat dan mengambil langkah untuk itu.
Untuk tingkatan Al-Hajis, ia tidak dibebani dosa menurut ijma'. Begitu pula tingkatan al-khotir dan hadits an-nafs menurut hadits yang shahih (Al-Asybah wan Nadzo'ir, 1/33-34)
Imam As-Suyuthi menjelaskan bahwa tiga tingkatan ini jika dalam hal kebaikan juga tidak dicatat sebagai pahala. Sebagai contoh, jika muncul tiba-tiba secara sekilas dalam benak seseorang untuk bersedekah, maka ia tidak diberi pahala untuk itu. Dalam dunia tasawwuf -Syaikh Ahmad Hajin menyampaikan demikian- hal itu disebut sebagai ilqa malaki (petunjuk malaikat).
Berbeda dengan angan-angan dan keinginan (al-hamm), maka ia dicatat sebagai pahala sebagaimana hadits di atas. Dan sebagai kemurahan Allah, jika ia memiliki angan-angan untuk berbuat maksiat justeru tidak dicatat sebagai perbuatan dosa. Tidak seperti angan-angan untuk berbuat amal shalih.
Sedangkan imajinasi seseorang, yang sampai membayangkan secara jelas perbuatan dosa hingga ia berkeinginan untuk memulai langkah, maka ini bisa masuk pada at-tashowwur dan al-'azm. Untuk seperti ini seseorang mendapatkan dosa.
Karena itulah, jika seseorang sudah bertekad (al-'azm) untuk berbuat maksiat, bahkan sampai mengambil langkah untuk menjalani maksiat tersebut, maka hal itu dicatat sebagai dosa. Seperti seseorang yang berniat untuk melakukan korupsi/suap lantas tidak tercapai sebab ditangkap polisi, maka yang seperti ini, meski tidak terjadi perbuatan maksiatnya, maka hal itu tercatat sebagai dosa. Ia wajib mentaubati 'azam nya tersebut.
Hal-hal lain serupa itu berkaitan dengan tekad banyak kita alami. Misal seseorang jatuh dalam kategori melalaikan shalat. Jika ia berkeinginan untuk tidak melakukan shalat, dengan cara mengundur pelaksanaannya (otomatis ia sudah mengambil tindakan melalaikan shalat tersebut) dan keinginannya untuk tidak shalat amat besar, maka seperti ini jatuh dalam maksiat. Meski akhirnya ia melaksanakan shalat. Yang demikian wajib ditaubati.
Masih banyak contoh kasus berkenaan dengan al-hamm dan al-'azam dalam keseharian kita. Hendaknya kita tidak terlalaikan dalam hal itu. Wallaahu a'lam.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment