Sunday, April 26, 2020

Seri Fiqh Ramadlan - 4 : Hal-Hal yang Membatalkan Shaum



🌱 1. Makan dan Minum dengan sengaja

Jika seseorang makan karena lupa, khilaf atau terpaksa; maka tidak wajib baginya qodlo dan kifarat.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi shallallaahu 'alayhi wasallam bersabda,

مَنْ نَسِيَ ، وَهُوَ صَائِمٌ، فَأَكَلَ أَوْ شَرِبَ، فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ؛ فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ اللّٰه وَ سَقَاهُ

"Barangsiapa lupa, padahal ia shaum, kemudian makan dan minum, maka hendaklah ia tetap sempurnakan shaumnya. Sesungguhnya Allaah telah memberinya makan dan minum". (HR. Bukhari [3/40], Muslim No. 171, At-Tirmidzi No. 721, dan ia berkata, "hadits hasan shohih")

Rasulullaah juga bersabda,

مَنْ أَفْطَرَ فِيْ رَمَضَان نَاسِيًا، فَلَا قَضَاء عَلَيْهِ، وَ لَا كَفَّارَة

"Barangsiapa yang berbuka karena lupa, maka tidak wajib baginya qodlo, atau kifarat". (HR. Al-Bayhaqi No. 8074. Ibn Hajar berkata : sanadnya shohih)

Madzhab Hanafi dan Maliki memandang, seseorang yang makan dan minum di bulan Ramadhan tanpa udzur dan dengan sengaja, wajib baginya qodlo dan kifarat. Double. (Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, 60/28)

🌱 2. Muntah dengan sengaja [al qoy-u 'amdan/القَيْءُ عَمْدًا ]

Dari Abu Hurairah radhiyallaahu 'anhu, Rasullullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda,

مَنْ ذَرَعَهُ القَيْءُ، فَلَيْسَ عَلَيْهِ قَضَاء، وَمَنْ اسْتَقَاءَ عَمْدًا، فَلْيَقْضِ.

“Barangsiapa yang terpaksa muntah, maka tidak wajib baginya qodlo [jika sedang shaum]; namun yang muntah dengan sengaja, maka wajib baginya qodlo.” (HR. Ahmad No.10463, At-Tirmidzi No. 720. Dishahihkan oleh Al Hakim)

🌱 3. Haidl dan Nifas

Dari Mu'adzah, ia berkata : Aku bertanya pada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,

“Mengapa haidl mengharuskan seorang perempuan meng-qodlo shaumnya, tapi tidak meng-qodlo sholatnya?.”

Ibunda ‘Aisyah menjawab,

كَانَ يُصِيْبُنَا ذلك مع رسول الله، فنؤمر بقضاء الصوم، و لا نؤمر بقضاء الصلاة.

“Hal itu [haidl] pernah  menghinggapi kami tatkala bersama Rasulullaah, dan kami diperintahkan untuk meng-qodlo shaum, tetapi tidak diperintahkan untuk meng-qodlo sholat.” (HR. Al-Bukhari [1/88], Muslim No. 69, At-Tirmidzi No. 130)

🌱 4. Berlezat-lezat hingga keluar mani [al Istimna/الإستمناء]

Maksudnya, jika keluar mani disebabkan suami mencium istrinya, atau memeluk serta merabanya, maka batal shaumnya dan wajib qodlo.

Termasuk dalam hal ini onani/masturbasi; dengan tangan sendiri, tangan istrinya atau dengan alat-alat. Itu semua membatalkan shaum dan mewajibkannya qodlo. (lihat, Kifayatul Akhyar, Kitab As-Shiyam, Hal. 202)

Menurut madzhab Maliki, tidak hanya wajib qodlo, namun juga wajib kifarat. (Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, 28/32)

Adapun keluar mani sebab khayalan atau sekedar memandang, maka tidak membatalkan shaum. Tapi tentu akan merusak pahala shaum, jika sengaja.

🌱 5. Memasukkan barang apapun ke dalam bagian lubang dalam tubuh, seperti telinga, hidung, dubur dan qubul.

Termasuk diantaranya merokok, atau ihtiqon [berobat dengan memasukkan sesuatu ke dalam dubur] menurut mayoritas 'ulama membatalkan shaum. (Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, 38/28)

Maksudnya membatalkan shaum, jika memasukkan benda [cair/padat/uap] melalui hidung, telinga, qubul atau dubur; hingga masuk ke dalam perut, otak atau kerongkongan.

Adapun memasukkan benda ke bagian luar/permukaan dari lubang-lubang tadi, maka tidak termasuk hal yang membatalkan shaum [seperti menggunakan obat kumur
-kumur, pembersih telinga, pembersih hidung, dll].

🌱 6. Niat membatalkan shaum

Meski tidak makan dan minum, namun jika ia berniat membatalkan shaumnya, maka batallah shaumnya. Sebab, niat adalah rukun shaum. (Fiqh As-Sunnah, Hal. 527); dan niat bagian dari amal, sebagaimana hadits riwayat 'Umar “Sesungguhnya amal tergantung niatnya.” (lihat, Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, 61/28)

🌱 7. Jima' [berhubungan badan] dengan sengaja. Tidak hanya wajib qodlo, namun juga wajib kifarat

Adapun mereka yang berhubungan badan karena lupa [sahwan], maka shaumnya batal dan hanya wajib qodlo. Baik suami atau istrinya.

Untuk mereka yang berjima' dengan sengaja, qodlo dan kifarat. Baik laki laki [suami] maupun perempuan [istri]. Hal ini berdasarkan hadits, Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,

"Ketika kami duduk-duduk bersama Rasulullah shallallaahu ‘alayhi wa sallam, tiba-tiba datanglah seseorang sambil berkata: “Wahai, Rasulullah, celaka !” Beliau menjawab,”Ada apa denganmu?” Dia berkata, “Aku berhubungan dengan istriku, padahal aku sedang berpuasa.” [Dalam riwayat lain berbunyi : aku berhubungan dengan istriku di bulan Ramadlan]. Maka Rasulullah shallallaahu ‘alayhi wa sallam berkata, “Apakah kamu mempunyai budak untuk dimerdekakan?” Dia menjawab, “Tidak!” Lalu Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata lagi, “Mampukah kamu berpuasa dua bulan berturut-turut?” Dia menjawab, “Tidak.” Lalu Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya lagi : “Mampukah kamu memberi makan enam puluh orang miskin?” Dia menjawab, “Tidak.” Lalu Rasulullah diam sebentar.

Dalam keadaan seperti ini, Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam diberi satu ‘aroq berisi kurma –Al aroq adalah alat takaran- (maka) Beliau berkata: “Mana orang yang bertanya tadi?” Dia menjawab, “Saya orangnya.” Beliau berkata lagi: “Ambillah ini dan bersedekahlah dengannya!” Kemudian orang tersebut berkata: “Apakah kepada orang yang lebih fakir dariku, wahai Rasulullah? Demi Allah, tidak ada di dua ujung kota Madinah satu keluarga yang lebih fakir dari keluargaku”. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tertawa sampai tampak gigi taringnya, kemudian [Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam] berkata “Berilah makan keluargamu!”. (Muttafaq 'Alayhi).

🌱 8. Murtad [Keluar dari agama Islam]. Baik dengan ucapan maupun tindakan.

Al-Imam Ibn Qudamah rahimahullah menulis :

 لَا نَعْلَمُ بَيْنَ أَهْلِ الْعِلْمِ خِلَافًا فِي أَنَّ مِنْ ارْتَدَّ عَنْ الْإِسْلَامِ فِي أَثْنَاءِ الصَّوْمِ، أَنَّهُ يَفْسُدُ صَوْمُهُ، وَعَلَيْهِ قَضَاءُ ذَلِكَ الْيَوْمِ، إذَا عَادَ إلَى الْإِسْلَامِ. سَوَاءٌ أَسْلَمَ فِي أَثْنَاءِ الْيَوْمِ، أَوْ بَعْدَ انْقِضَائِهِ، وَسَوَاءٌ كَانَتْ رِدَّتُهُ بِاعْتِقَادِهِ مَا يَكْفُرُ بِهِ، أَوْ شَكِّهِ فِيمَا يَكْفُرُ بِالشَّكِّ فِيهِ، أَوْ بِالنُّطْقِ بِكَلِمَةِ الْكُفْرِ، مُسْتَهْزِئًا أَوْ غَيْرَ مُسْتَهْزِئٍ، قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: {وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ} [التوبة: 65] {لا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ} [التوبة: 66] . وَذَلِكَ لِأَنَّ الصَّوْمَ عِبَادَةٌ مِنْ شَرْطِهَا النِّيَّةُ، فَأَبْطَلَتْهَا الرِّدَّةُ، كَالصَّلَاةِ وَالْحَجَّ، وَلِأَنَّهُ عِبَادَةٌ مَحْضَةٌ، فَنَافَاهَا الْكُفْرُ، كَالصَّلَاةِ

“Kami tidak mengetahui ada khilaf/perselisihan di kalangan ahli ilmu bahwasanya orang yang murtad [keluar dari agama Islam] di waktu ketika ia shaum, maka shaumnya fasad [rusak]. Dan wajib baginya untuk mengqodlo shaum tersebut jika ia kembali memeluk agama Islam. Baik dia kembali menjadi muslim pada hari itu juga atau setelah hari itu. Kemurtadannya ini baik berupa keyakinannya yang dapat menyebabkan kekufuran, atau karena keragu-raguannya yang keragu-raguan nya itu merupakan sebab kekufuran. Atau ia mengucapkan suatu ucapan yang menghantarkan pada kekafiran, baik itu guyonan atau bukan guyonan. Allah Ta’ala berfirman:

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ

‘Dan jika kamu tanyakan kepada mereka, niscaya mereka akan menjawab, “Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah, “Mengapa kepada Allah, dan ayat-ayat Nya serta Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?’ (QS. At-Taubah [9]:65)

لا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ

Tidak perlu kamu meminta maaf, karena kamu telah kafir setelah beriman... (QS. At-Taubah [9] : 66)

Hal itu [kemurtadan dapat membatalkan shaum] karena shaum merupakan ibadah yang salah satu syaratnya adalah niat. Kemurtadan membatalkan niatnya tersebut, seperti shalat dan haji.

Dan juga karena shaum merupakan ibadah mahdhoh, maka akan ternafikan dengan wujudnya kekufuran dalam hati, sebagaimana sholat.” (Al-Mughni, 3/133)

🌸🍃 Sebar Ilmu, Raup Pahala Besar...

ngaji-fiqh.blogspot.com

No comments:

Post a Comment