Thursday, April 23, 2020
Seri Fiqh Ramadhan - 2 : Niat Shaum dan Qiyamullayl di bulan Ramadhan
❄ Niat Shaum
Para fuqoha sepakat, bahwa berniat merupakan hal yang wajib bagi setiap jenis shaum, termasuk shaum Ramadlan.
Niat, adalah al Qoshdu [bermaksud], yakni keyakinan hati dalam mengerjakan sesuatu serta memiliki kesadaran dan keteguhan atasnya. (Wahbah Zuhaily, Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, 3/1670)
Dalam hal ini, wajib berniat shaum di bulan Ramadlan, pada malam hari. Hal ini berdasarkan hadits dari Hafshoh radhiyallaahu 'anha, Rasulullaah shallallaahu 'alayhi wasallam bersabda:
ﻣَﻦْ ﻟَﻢْ ﻳُﺒَﻴِّﺖْ ﺍﻟﺼِّﻴَﺎﻡَ ﻗَﺒْﻞَ ﺍﻟْﻔَﺠْﺮِ ﻓَﻠَﺎ ﺻِﻴَﺎﻡَ ﻟَﻪُ
“Siapa saja yang tidak berniat shaum sebelum fajar, maka tiada shaum baginya.” (HR. An-Nasa'i No. 2652, Ad-Darimi 1740, Al-Bayhaqi No. 7988).
Waktu sahur termasuk waktu yang masih boleh untuk berniat shaum, meski ghalibnya di Indonesia dikerjakan setelah Tarowih.
Madzhab Syafi'I dan Hanbali mengharuskan niat pada malam hari khusus untuk shaum fardhu (Ramadlan). Shaum seseorang tidak sah bila tidak ada niat pada malam hari (As-Syawkani, Naylul-Awthar , 4/574).
Orang yang baru berniat shaum Ramadlan pada siang hari karena lupa, ia wajib segera berniat ketika ingat, wajib menahan diri layaknya orang yang sedang shaum. Namun, shaumnya dihukumi batal dan harus diganti pada hari lain.
Imam Syafi'I dan Ibnu Mundzir berpendapat bahwa niat harus dilakukan setiap malam bulan Ramadhan. Namun, menurut Imam Malik, Ishaq, dan Imam Ahmad niat shaum sah untuk shaum selama satu bulan. Pendapat Imam Syafi'I dalam hal ini lebih kuat. Sebab, shaum merupakan ibadah khusus yang waktunya dibatasi (Naylul-Awthar , hal. 257).
Lafadz niat boleh dengan redaksi :
"Nawaytu shouma ghodin 'an adaa-i fardli syahri romadlooni hadzihissanati fardhon lillaahi ta'aala"
(Niat saya shaum pagi besok, untuk menunaikan kewajiban bulan Ramadhan, fardhu karena Allaah ta'ala)
❄ Qiyamul Layl
Dari Abu Hurairah radhiyallaahu 'anha Rasulullaah shallallaahu 'alayhi wasallam bersabda :
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَ احْتِسَابًا، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa yang berdiri pada malam hari [shalat] di bulan Ramadhan karena iman dan berharap ridha Allaah, diampuni dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari [3/58], Muslim [1/523])
Terkait apakah ada Tahajjud di bulan Ramadlan? Di dalam al Majmu', Imam Nawawi menyebutkan :
“Apabila ada orang yang telah mengerjakan witir (di awal malam) dan dia hendak shalat sunah atau shalat lainnya di akhir malam, hukumnya boleh dan tidak makruh. Dan dia tidak perlu mengulangi witirnya. Dalilnya adalah hadis Aisyah radhiyallahu ‘anhu , ketika beliau ditanya tentang
witir yang dikerjakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di bulan Ramadhan...” (Al-Majmu’, 4/16).
Jadi, masih tetap boleh shalat malam, meski telah ditutup witir. Dan yang afdhal adalah menjadikan shalat witir di akhir malam. Wallaahu a'lam.
🌸🍃 Sebar Ilmu, Raup Pahala Besar..
Instagram : www.instagram.com/ngaji_fiqh
Facebook : www.facebook.com/MuhammadRivaldyAbdullah
WhatsApp : +201019133695 (Nomor Mesir)
Telegram : Ngaji FIQH
https://telegram.me/ngajifiqh
Blog : ngaji-fiqh.blogspot.com
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment